Ketika otonomi daerah diberlakukan, terkandung tiga kelurahan yang dijadikan satu. Ketiga kelurahan berikut yakni Kelurahan Josutan, Kelurahan Kopat, dan Kelurahan Kedungtangkil. Oleh karena penggabungan ketiga kelurahan inilah terbentuk Kelurahan Karangsari pada tanggal 31 Januari 1947.
Pembahasan mengenai Sejarah Kelurahan Karangsari
Berdasarkan sejarah, pedukuhan ini dinamakan sendhang karena lebih kurang 50 tahun yang lalu, di Pedukuhan Sendang mempunyai banyak sumber mata air. Sumber mata air ini terus mengalir selama tahun. Sehingga ada banyak selokan-selokan yang dipenuhi dengan air dan hewan-hewan yang hidup di dalamnya. Hewan-hewan berikut contohnya layaknya ikan, belut, lele, dan sebagainya. Hewan-hewan berikut jumlahnya pun terlampau banyak. Kata sendhang itu sendiri dalam bahasa Jawa bermakna sumber mata air besar yang letaknya di lokasi pegunungan (Poerwadarminta, 1939). Oleh karena itu, pedukuhan ini dinamakan Pedukuhan Sendang.
Seiring berjalannya waktu, penyebutan istilah kepala dusun sempat mengalami lebih dari satu kali perubahan. Sebelum tahun 1942, istilah yang digunakan yakni prabot. Pada kala itu yang menjabat sebagai prabot adalah Kasan Pawiro. Kemudian istilah prabot beralih jadi dhukuh. Kala itu dipimpin oleh Josutama. Setelah itu berganti kembali penyebutannya jadi kepala dusun.
Pada kala itu yang jadi kepala dusun yakni Arja Senadi. Namun kala itu berlangsung jaman transisi sehingga untuk kala waktu, Arja Senadi digantikan oleh Kasidal Hadiwinarta. Beliau menjabat sebagai Penanggung Jawab Pejabat Pedukuhan Sendang. Lalu selang lebih dari satu tahun, diadakan pemilihan lazim yang diadakan di sebelah utara Masjid Baitul Karim, tepatnya di kediaman Bapak Kasmidi. Rumah beliau diakui jadi daerah yang strategis karena berada di tengah Pedukuhan Sendang. Setelah pemilihan lazim tersebut, yang diangkat sebagai kepala dusun hingga kala ini adalah Amroni.
Kondisi Geografis Pedukuhan Sendang
Seperti yang dikemukakan di atas bahwa dahulu Pedukuhan Sendang dipenuhi dengan sumber mata air. Namun karena banyak tanaman keras yang tumbuh di lokasi Pedukuhan Sendang. Sumber mata air yang pernah pernah ada, kini airnya sudah terserap oleh tanaman-tanaman tersebut.
Dahulu lebih kurang 70 tahun yang lalu, di sebelah barat Masjid Baitul Karim, terkandung rawa yang dalam. Rawa berikut jikalau diinjak, maka tanahnya akan amblas. Sumber mata air rawa berikut bermula berasal dari arah utara yakni berasal berasal dari Tuk Gandri. Sumber mata air berikut mengalir melalui sungai. Sungai berikut lantas diberi nama Sungai Waluh. Karena banyak mata air, sehingga banyak buah waluh yang hanyut di sungai itu. Ketika itu aliran airnya lumayan deras.
Lalu di sungai yang berbeda, karena aliran airnya yang terlampau deras. Sepanjang tahun pernah banyak orang yang meninggal karena hanyut dan tersangkut di Kedhung Sewu. Adapun kala ini sungai berikut airnya sudah tidak ada. Begitupun https://www.jarsessions.com/ termasuk dengan Sungai Waluh. Hal berikut berlangsung karena perubahan keadaan alam.
Kondisi Demografi Penduduk
Warga Pedukuhan Sendang rata-rata berprofesi sebagai petani. Selain itu ada termasuk yang bermata pencaharian sebagai buruh tani, pekerja bangunan. Dahulu saat Pedukuhan Sendang tetap mempunyai banyak sumber mata air, sehingga ada pula warga yang bekerja sebagai penambak.
Mayoritas para warga Pedukuhan Sendang beragama Islam. Namun ada lebih dari satu warga yang beragama Kristen Katolik. Kurang lebih lebih kurang dua atau tiga KK (Kartu Keluarga). Disisi lain, warga Pedukuhan Sendang semuanya sudah bisa membaca dan menulis.
Kondisi Kebudayaan Masyarakat Setempat
Dahulu budaya gotong royong tetap terlampau kental. Namun seiring berjalannya waktu, budaya gotong royong berikut sudah makin lama berkurang. Seluruh kepentingan dan kebutuhan yang tentang dengan Pedukuhan Sendang, pernah dipenuhi oleh warga yang diwujudkan dengan bergotong royong. Tetapi saat ini jikalau membutuhkan sesuatu, maka warga cuma tinggal membayar. Lalu kebutuhan berikut diselesaikan oleh orang lain.